Indonesia merupakan penghasil sampah plastik nomor dua dunia setelah Tiongkok. Permintaan plastik terus meningkat. Hampir seluruh industri dalam negeri membutuhkan bahan baku plastik ini. Industri makanan dan fast moving consumer goods pengguna terbesar, mencapai 60% dari total kebutuhan plastik nasional.
Indonesia harus impor karena produsen dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Total konsumsi plastik Indonesia 2015 sekitar 4,2 juta ton, di mana 40 % di antaranya impor. ASEAN memasok 80%. Bahkan plastik bekas pun impor. Ini bisa menambah ancaman lingkungan. Selain itu juga terjadi penurunan mutu dari sektor industri kantong serta tas plastik, thermoforming, kemasan rigid dan kemasan fleksibel.
Solusinya perlu inisiatif dan gerakan rakyat semesta untuk membudayakan hidup tanpa kantong plastik. Pemerintah mengawasi secara ketat produsen kantong plastik yang tidak ramah lingkungan. Sejumlah kota bertekad menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar. Antara lain Jakarta, Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, dan kota-kota besar lainnya.
Kebijakan tersebut untuk mengurangi volume sampah plastik dengan sasaran utama ritel modern. Program ini dikoordinasi Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Harapannya, masyarakat terdorong membawa tas dari rumah saaat berbelanja. Kemasan plastik mulai diperkenalkan tahun 1900-an. Plastik dibuat dengan cara polimerisasi yaitu menyusun dan membentuk secara sambung menyambung bahan-bahan dasar monomer.
Di dalam plastik juga terdapat bahan nonplastik yang disebut aditif untuk memperbaiki sifat-sifat plastik. Bahan aditif berupa zat-zat dengan berat molekul rendah. Fungsinya sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar ultraviolet, dan antilekat. Kemasan atau wadah plastik menyimpan bahaya migrasi zat-zat monomer dari bahan plastik ke dalam makanan karena suhu selama penyimpanan dan proses pengolahan.
Rusak Kesehatan
Selama ini, rakyat tidak sadar bahwa kantong plastik keresek bisa merusak kesehatan. Kantong plastik keresek berwarna kebanyakan merupakan produk daur ulang berbahaya karena riwayat penggunaan tidak diketahui. Bisa jadi, dia bekas tempat pestisida, limbah rumah sakit, limbah logam berat, dan lain-lain.
Indonesia perlu memperkuat inovasi produk plastik yang biodegradable. Plastik jenis ini umumnya dibuat dari proses fermentasi gula oleh mikroorganisme. Beberapa jenis mikroorganisme mampu mengolah gula yang diserapnya menjadi plastik disimpan dalam sel. Karena berasal dari mikroorganisme, plastik ini bisa didegradasi alam bersifat carbon neutral lantaran tidak melepas CO2 ke atmosfir. Contoh plastik jenis ini adalah polylactic acid (PLA) dan polyhydroxybutyrate (PHB) yang bersifat biodegradable dari fermentasi gula oleh beberapa jenis bakteri seperti Alcagenes eutrophus, Pseudomonas, dan Spirillum.
Ada aspek penting terkait volume plastik nasional dan masalah sampah kota besar. Selain membangun infrastruktur Intermediate Treatment Facility (ITF) maupun sistem sanitary landfill, dibutuhkan gerakan budaya penanganan sampah warga kota. Khusunya sampah plastik yang kini mendominasi total volume sampah perkotaan.
Jumlah timbunan sampah kantong plastik terus meningkat signifikan dalam 10 tahun terakhir di mana sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan masyarakat setiap tahun. Dari jumlah tersebut, hampir 95% kantong plastik menjadi sampah yang sulit diurai lingkungan.
Kebijakan yang sama juga sudah diterapkan di sejumlah negara seperti Hong Kong dan Inggris. Di Hong Kong masyarakat yang berbelanja dan menggunakan kantong plastik harus membayar 50 sen. Upaya tersebut berhasil menurunkan konsumsi plastik hingga 73% dengan program kantong plastik berbayar.
Pada 2016 warga kota perlu membuat komitmen untuk menuntaskan persoalan sampah, khususnya plastik yang makin meningkat yang dibuang ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Perlu solusi teknologi infrastruktur pengelola sampah modernagar volume sampah berkurang secara signifikan.
Kota-kota besar sebaiknya mengambil pelajaran rumitnya kasus sampah Jakarta. Meskipun Gubernur DKI Jakarta sudah all out menangani sampah, akar persoalan belum terselesaikan. Apalagi infrastruktur pengelola sampah ITF belum ada di Jakarta.
Seharusnya DKI Jakarta memiliki empat infrastruktur ITF dilengkapi incinerator atau tungku pembakar sampah canggih dan ramah lingkungan. Mereka ditempatkan di Cakung-Cilincing, Sunter, Duri Kosambi-Cengkareng, dan Marunda. Tiap ITF diharapkan berkapasitas pengolahan 1.000 ton perhari. Dengan demikian 4.000 ton per hari sampah Jakarta bisa tertanggulangi. Sisanya, sekitar 2.500 ton bisa diangkut dan diolah di TPST Bantargebang.
ITF juga bisa mereduksi biaya pengelolaaan seperti transportasi sekitar 200.000 rupiah per ton sampah dan biaya tiping fee sebesar Rp 114.000 per ton. Rencana swakelola sampah oleh Pemprov DKI Jakarta dengan membangun ITF sangat tepat. Namun, jangan secara pintas seperti membakar begitu saja volume sampah tanpa prosedur ramah lingkungan.
sumber :https://www.blogger.com/blogger
0 Response to "Bahaya,,,!!!!! Sekarang Ini Sampah Plastik Jadi Nomor Satu Penyebab Datangnya Penyakit Di Dalam Tubuh Kita."
Posting Komentar